Minggu, 06 Desember 2009

Rahasia : Antara Kepercayaan dan Kepedulian

Mungkin bagi sebagian orang dipercaya untuk menjaga rahasia cukup berat, mengingat bergosip sudah menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari manusia.
Aku sendiri takut dipercayakan untuk menjaga rahasia. Bukan karena ingin membocorkan rahasia itu, tapi kadang sebagai manusia aku bisa tidak sadar dalam berbicara.
Karena itu, aku selalu berusaha untuk melupakan rahasia yang dipercayakan padaku.
Mungkin ini termasuk bentuk peremehan pada orang lain.
Tapi memang ini cara terbaik menurut aku untuk tidak "kelepas bicara".

Kali ini ada satu rahasia yang, entahlah, aku sendiri tidak berminat dengannya.
Aku bahkan tidak peduli.
Ok, dulu aku peduli, tapi kepedulianku disalahartikan.
Sekarang, aku tidak peduli lagi.
Hanya satu yang aku sesalkan, kenapa si pemilik rahasia sendiri tidak menyimpan rahasia itu dengan baik.
Orang-orang sering mengatakan, "Dinding pun mendengar".
Dinding, benda mati, yang tidak bisa menceritakan apapun masih harus dihindari.
Apalagi mahluk hidup, manusia.
Mata manusia melihat, otaknya langsung mencerna.
Ditambah sedikit pendengaran, berarti segalanya.

Sedikit yang kusesalkan, kenapa harus menuduh aku.
Seperti tadi aku bilang, aku bahkan tidak peduli lagi.
Meski dia sakit karena rahasianya, aku tidak peduli.
Karena dia tidak menginginkan aku untuk peduli.
Aksi tutup mulutnya pun tak membuatku peduli.
Karena aku sudah letih untuk suatu bentuk kepedulian.

Namun satu hal yang dia harus tahu, orangtuaku adalah segalanya bagiku.
Ketika aku butuh teman curhat, merekalah yang selalu ada.
Aku rasa dia pun seperti itu.
Ketika aku sudah muak untuk peduli pada dia, orangtuakulah yang menjadi tempatku bersandar.

Aku tidak menyukai dia, tapi bukan berarti aku berniat menyakitinya.
Aku memilih untuk menjaga kepercayaan darinya daripada memedulikannya.
Dia harus tahu itu!

Tidak ada komentar: